ABSTRAK
Sistem Peradilan Pidana di Indonesia memasuki era baru, Undang-undang No 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah dibentuk dan akan diberlakukan pada tahun 2014. Dengan peraturan ini, penegak hukum diwajibkan untuk melindungi kepentingan anak-anak yang berkonflik dengan hukum dengan menggunakan diversi. Dalam program diversi, polisi memiliki kesempatan untuk memecahkan kasus remaja yang dengan melakukan pendekatan non-formal. Keadaan ini memberikan beberapa keuntungan bagi pembentukan sistem peradilan anak di Indonesia yang mengakui dan melindungi kepentingan anak.
Hasil Penelitian menunjukkan UU sistem peradilan anak yang baru ini belum diinformasikan secara penuh kepada aparat polisi setempat. Aparat Kepolisian Resort di tiga daerah (Kota Malang, Kabupaten Malang dan kabupaten Pasuruan) di mana penelitian ini dilakukan tidak mengetahui adanya UU sistem peradilan anak yang baru. Meski demikian, aparat Kepolisian Resort di tiga daerah telah melaksanakan program diversi untuk kasus anak sejak tahun 2006. Tindakan ini dilakukan karena “Telegram Rahasia” 1124/IX/2006 yang dirilis oleh Kapolri. Program diversi ini dilakukan oleh polisi setempat didasarkan pada kebijakan mereka. Namun kelemahan dari program ini adalah anak hanya dilepaskan dari tuntutan hukum tanpa ada program untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak.
Namun demikian terdapat beberapa langkah awal dalam menerapkan sistem peradilan anak di tingkat lokal dengan menggunakan pendekatan social resposibility. Para peneliti percaya bahwa sistem peradilan anak dapat dilaksanakan dengan sukses hanya jika multi-stakeholder terlibat dalam hal ini. Untuk melakukan pendekatan itu, masyarakat -swasta-pemerintah kemitraan harus dibentuk untuk menetapkan sistem peradilan di Indonesia.yang lebih ramah pada anak