Jakarta – Bareskrim Polri sedang mempertimbangkan aduan dari seorang relawan Jokowi yang diduga mengandung penghinaan terhadap Presiden Jokowi oleh Rocky Gerung, meskipun mereka belum secara resmi menerima laporan tersebut. Mereka menyatakan bahwa laporan relawan Jokowi tidak ditolak, tetapi sedang dalam proses penelaahan. Setiap pelapor akan berkonsultasi dengan penyidik sebelum melaporkan, dan penerimaan laporan akan disesuaikan dengan fakta dan bukti yang ada. Hal serupa juga terjadi di Bareskrim dan Polda Metro Jaya.
Menurut Fachrizal Afandi, Ketua Pusat Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya (Persada UB), keputusan Bareskrim Polri adalah tepat. Ia menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sebelumnya telah memutuskan bahwa pejabat yang merasa dirugikan karena penghinaan harus melaporkan sendiri ke polisi.
“Sudah benar itu polisi, karena penghinaan presiden itu kan sudah dicabut MK,” kata Fachrizal kepada wartawan pada Selasa (1/8/2023).
Fachrizal menjelaskan bahwa dengan pencabutan pasal penghinaan presiden, laporan mengenai penghinaan tersebut sekarang dianggap sebagai kasus biasa. Dia menyatakan bahwa laporan penghinaan tidak dapat diwakilkan, terutama jika pelapor adalah seorang relawan.
Fachrizal kemudian menyinggung tentang pasal penghinaan presiden dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 atau KUHP baru. Menurutnya, dalam KUHP baru, penghinaan presiden, termasuk dalam delik aduan, hanya bisa dilaporkan oleh korban langsung yang merasa dicemarkan atau dihina. Artinya, hanya presiden yang dapat melaporkan penghinaan terhadap dirinya sendiri. KUHP baru ini akan berlaku mulai tahun 2026 dan tetap mempertahankan prinsip tersebut.
Seperti diketahui, beberapa pihak telah menilai Rocky telah menghina Jokowi. Ketua Barikade 98, Benny Rhamdani, yang bergabung dengan relawan lainnya untuk melaporkan Rocky Gerung, membagikan video yang berisi ucapan-ucapan dari Rocky Gerung.
Dalam video tersebut, Rocky Gerung menyatakan bahwa setelah Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia akan menjadi rakyat biasa dan tidak ada yang akan peduli padanya. Rocky menyebut ambisi Jokowi adalah mempertahankan warisannya, sehingga Jokowi harus mencari kesempatan dengan berpergian ke China untuk menawarkan proyek IKN (Indonesia Kerja Nyata). Jokowi juga akan mencari kejelasan nasibnya dengan terus berpindah dari satu koalisi ke koalisi lainnya. Menurut Rocky, Jokowi hanya memikirkan nasibnya sendiri dan tidak memperhatikan nasib rakyat.
Begini pernyataan Rocky yang dinilai menghina Jokowi, kalimat kasar kami sensor:
Begitu Jokowi kehilangan kekuasaannya, dia jadi rakyat biasa, nggak ada yang peduli nanti. Tetapi, ambisi Jokowi adalah mempertahankan legasinya. Dia mesti pergi ke China buat nawarin IKN. Dia mesti mondar-mandir dari satu koalisi ke koalisi yang lain untuk mencari kejelasan nasibnya. Dia memikirkan nasibnya sendiri. Dia nggak mikirin nasib kita.
Itu b** yang t. Kalau dia b* pintar, dia mau terima berdebat dengan Jumhur Hidayat. Tapi b* t* itu sekaligus b** yang pengecut. Ajaib, b** tapi pengecut.
Relawan Jokowi sebelumnya berencana untuk melaporkan Rocky Gerung ke Bareskrim dengan Pasal 218 ayat (1) KUHP, yang mengatur tindakan pidana terhadap siapa pun yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden, dengan ancaman pidana penjara hingga 3 tahun 6 bulan atau pidana denda kategori IV.
Laporan Terkait SARA di Polda Metro
Namun, laporan yang diajukan di Polda Metro Jaya berbeda. Laporan tersebut menggunakan pasal ITE terkait dengan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan), bukan terkait serangan terhadap harkat dan martabat Presiden. Relawan Jokowi telah memberikan sejumlah barang bukti kepada pihak kepolisian, termasuk flashdisk yang berisi video pernyataan Rocky Gerung.
Laporan atas Rocky Gerung dan Refly Harun didaftarkan dengan nomor LP/B/4459/VII/2023/SPKT POLDA METRO JAYA tanggal 31 Juli 2023. Dalam laporan tersebut, keduanya dilaporkan terkait Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan/atau Pasal 156 KUHP dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Pasal 28 ayat (2) berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
Sumber artikel: detik.com