Indonesia selama ini selalu memiliki masalah laten jika berhadapan dengan kasus pidana antar negara. Perbedaan sistem hukum, ketidak pahaman hukum materiil negara bersangkutan menjadi tembok yang seakan sulit untuk ditembus. Di kawasan ASEAN saja, meski menyandang predikat sebagai Ketua, Indonesia nampak tidak berdaya jika berhadapan dengan kepentingan negara lain.
Berita baik datang dari laman resmi Kejaksaan Agung, baru-baru ini Indonesia beserta Thailand menginisiasi pertemuan jaksa Se-Asean di sela-sela Konferensi Jaksa Sedunia di Moskow (12/10), yang disepakati kemudian secara bersama untuk membentuk ASEAN-Just sebuah wadah di tingkat regional yang secara konsep akan meniru Euro-Just (The European Union’s Judicial Cooperation Unit) yang terlebih dahulu berdiri di Uni Eropa.
Niat baik ini tentu harus diapresiasi, mengingat Indonesia memiliki masalah pelik berkait penegakan hukum pidana yang melibatkan negara-negara di kawasan ASEAN, seperti sulitnya membekukan asset hasil kejahatan di luar negeri dan penangkapan buronan koruptor yang berlindung di balik payung sistem hukum yang berbeda karena tiadanya perjanjian ekstradisi.
Belajar dari Euro-Just
Model ASEAN-Just yang akan dibangun setidaknya bisa meniru pembentukan EURO Just yang diprakarsai oleh 28 Negara-negara Uni Eropa. Dengan dilatar belakangi kurang optimalnya penegakan hukum terhadap kejahatan trans-nasional yang disebabkan berbedanya sistem hukum pidana yang dianut oleh negara-negara anggota, menjadikan dasar bagi pembentukan lembaga penegakan hukum di level regional yang diisi oleh Jaksa, Polisi dan hakim terbaik dengan jaringan nasional di masing-masing negara untuk turut berkoordinasi dan sharing data intelejen dalam rangka pemecahan kasus kejahatan lintas negara. Penentuan prioritas kasus yang ditanganipun ditentukan melalui mekanisme Parlemen Eropa, meski setiap negara anggota tetap memiliki hak untuk mengajukan kasus pidana diluar kasus prioritas untuk dilakukan asistensi oleh Euro-Just.
Metode pemecahan kasus yang dirgunakan berbeda dengan EuroPol (Polisi Uni Eropa) yang terjun langsung melakukan investigasi dan tindakan hukum lain di lapangan. Euro-Just memliki fungsi mirip seperti Jaksa, melakukan assistensi terhadap penyidik kepolisian masing-masing Negara terkait penyediaan data intelejen dan analisa kasus yang sedang ditangani. Selain juga memiliki hak untuk meminta negara anggota untuk melakukan investigasi atau melakukan penunututan untuk kasus-kasus tertentu.
Meski Euro-Just secara kelembagaan tidak berwenang untuk membawa kasus yang telah ditangani ke meja pengadilan, namun mereka memiliki kewenangan krusial berupa hak untuk menentukan yuridiksi negara yang paling berhak melakukan penuntutan dan sekaligus mengadili suatu kasus pidana, sebuah langkah progresif dalam menerjemahkan asas-asas keberlakuan hukum pidana yang sering menjadi sengketa politik antar negara.
Fakta menarik yang penulis temukan, Euro-Just ternyata telah melakukan kerja sama dengan dua negara di Asean yaitu Singapura dan Thailand dalam rangka asistensi penyidikan dan penuntutan kasus pidana yang merugikan kedua begara ASEAN tersebut serta mekanisme pembekuan aset hasil kejahatan di negara anggota Uni Eropa.
Peluang Indonesia
Semangat pembentukan ASEAN-Just tentunya harus didorong mengingat posisi Indonesia sebagai Ketua Asean, setidaknya melalui forum KTT Asean maupun forum lainnya Indonesia dapat mendesakkan pentingnya pembentukan lembaga koordinasi penegakan hukum bersama di kawasan ASEAN. Meski sudah terbentuk Aseanapol (Association of National Police Forces of the ASEAN Region), ASEAN-Just diharapkan setidaknya lebih berperan dalam melakukan analisa kasus berdasarkan data intelijen yang dimiliki masing-masing negara anggota dan menyelesaikan masalah perbedaan sistem hukum pidana serta sengketa kewenangan mengadili antar negara.
Secara praktis, peluang untuk menyelamatkan uang Negara yang lari akibat korupsi dan memutus jaringan peredaran narkoba serta human trafficking misalnya akan lebih mudah. Dalam tataran normatif, setidak-tidaknya asas nasional aktif dan nasional pasif yang diatur dalam KUHP yang berlaku saat ini dapat menemukan definisi dan implementasi yang lebih pasti pasca pembentukan lembaga ini.
Gerak Cepat
Momentum sebagai Ketua ASEAN tentu tidaklah lama, Kejaksaan Agung sebagai otoritas yang berwenang melakukan penegakan hukum utamanya penuntutan dan eksekusi hukum pidana harus segera melakukan persiapan-persiapan secara cermat dan matang dengan menggandeng lembaga penegak hukum lain serta akademisi dalam merumuskan peran Indonesia dalam ASEAN-Just. Pemetaan potensi aparatur penegak hukum yang akan dikirimkan dengan menggandeng instansi terkait juga menjadi penting untuk segera dilakukan. Posisi Kementerian Luar Negeri sebagai poros utama diplomasi pemerintah Indonesia harus juga digandeng untuk segera merumuskan konvensi ataupun perjanjian Internasional yang mengikat negara-negara ASEAN dalam merumuskan pola kerja dan kewenangan ASEAN-Just.
Isu pembentukan ASEAN-Just dapat pula bermanfaat untuk mendesak DPR RI segera melakukan pembahasan atas revisi KUHP dan KUHAP yang disesuaikan dengan perkembangan pola kejahatan trans nasional yang berkembang dari masa ke masa.
Kita tentu tidak mau lagi melihat koruptor atau terpidana tindak pidana lain yang sudah divonis bersalah bebas berkeliaran di negara lain dengan alasan ketidak berdayaan aparat penegak hukum melakukan lobby ke otoritas negara lain di wilayah ASEAN, sudah saatnya dipikirkan cara yang lebih elok untuk mengakhiri fenomena ini. Pembentukan ASEAN-Just menjadi salah satu diantaranya.
Versi PDF