fachrizalafandi.id

PERSADA UB ingin Perbaiki Manajemen Barang Bukti di Kejaksaan

Paket kebijakan reformasi hukum yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi baru-baru ini sebenarnya hanyalah salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih akuntabel dan transparan. Hal ini sudah sejalan dengan diterbitkannya Inpres 10 Tahun 2016 tentang aksi-aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Dalam inpres tersebut, Kejaksaan sebagai pengendali perkara pidana mendapatkan tugas untuk menciptakan database secara online dan periodik yang dapat diakses dengan mudah oleh aparat penegak hukum.

Dalam sambutannya, Dr. Lucky Endrawati, SH., MH menyatakan bahwa FGD ini dilaksanakan dalam rangka melakukan kajian kebijakan terkait sistem manajemen barang bukti. Hal ini sejalan dengan tujuan utama PERSADA UB dalam rangka merespons paket kebijakan hukum yang dilansir oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Dalam paparannya, Didik Farhan, Kajari Surabaya menyebutkan inovasi-inovasi yang telah dilakukan oleh Kejari Surabaya dalam manajemen barang bukti. Dalam perkara tindak pidana ringan lalu lintas, pihaknya meluncurkan aplikasi Si Anti-Ribet yang dapat dimanfaatkan masyarakat yang terkena pelanggaran lalulintas. Didik yang juga alumni FH UB ini menyatakan pihaknya juga telah menerapkan sistem Barcode dalam melakukan identifikasi barang bukti yang masuk dan ditangani oleh Kejaksaan.

Selanjutnya Andri Gunawan menekankan pada pentingnya komitmen dan keteladanan pimpinan dalam mendukung kebijakan reformasi administrasi penanganan perkara.

Yusi Tyroni Mursityo, dosen Fakultas Ilmu Komputer UB melihat peluang perkembangan ilmu dan teknologi dapat diterapkan secara implementatif dalam hal ini. “Teknologi informasi dapat dengan cepat memudahkan dan mengintegrasikan sistem administrasi dalam bekerja, termasuk dalam penanganan barang bukti,” kata Yusi.

Fachrizal dalam kesimpulannya menyatakan bahwa Penguatan Dominus Litis Jaksa hanya dapat dilakukan jika ada kemauan untuk kembali mendudukkan peran penuntut umum sebagai officieren van justitie (staf peradilan) yang independen. Selain itu tugas penuntutan yang bermuara pada pencarian kebenaran materiil melalui proses pencarian alat bukti dan barang bukti harus dilakukan dengan melakukan adaptasi dan inovasi sesuai perkembangan zaman. Penggunaan teknologi informasi sebagaimana diamanatkan oleh Inpres 10 tahun 2016 haruslah dijadikan peluang oleh Kejaksaan untuk melakukan perbaikan secara menyeluruh terhadap proses administrasi dan manajemen yang selama ini berjalan kurang maksimal.[dimas/Humas UB]