Workshop IbM Penyidik Anak Kepolisian Resort (Polres) Se-Jawa Timur dalam pelaksanaan Diversi berbasis Restorative Justice digelar Rabu (20/8). Salah satu alasan diselenggarakannya kegiatan ini karena UU Sistem Peradilan Pidana Anak yang masih baru diberlakukan pada bulan Agustus 2014. Hal tersebut dijelaskan Dr. Lucky Endarwati, SH., MH selaku Ketua Tim Pelaksana Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB).
“Kegiatan yang didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini merupakan program IbM yang telah diusulkan pada tahun 2013 lalu sebagai implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam hal pengabdian dan pengembangan keilmuan hukum pidana dalam praktik di masyarakat,” katanya. Bertempat di Auditorium Lantai 6 Gedung A FH UB, pelatihan ini dihadiri 26 penyidik anak perwakilan Polres yang ada di Jawa Timur.
Hadir sebagai narasumber pada sesi pertama, Dr. Nurini Aprilianda, SH., MH, yang membahas tentang Falsafah Pemberlakuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak; Dr. Lucky Endrawati yang menguraikan tentang Urgensi Restorative Justice Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia dan Dr. Fathul Lubabin Nuqul, S.Psi.,M.Si dengan materi Mengurangi Dampak Stigmatisasi Proses Peradilan Pidana Terhadap Kondisi Psikologis Anak Pada Tahap Penyidikan.
Pada sesi kedua, hadir staf ahli Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Muhammad Joni, SH., MH yang menguraikan tentang peran KPAI dalam UU SPPA, Kompol Yasintha MA’U, S.H., M.Hum Kanit PPA POLDA Jawa Timur yang menjelaskan tentang Peraturan Internal di Kepolisian dalam mempersiapkan pemberlakuan UU SPPA dan ditutup oleh materi dari Fachrizal Afandi, S.Psi., SH., MH yang menekankan pentingnya penguatan kerja sama antar lembaga dalam pelaksanaan diversi.
Muhammad Joni, SH., MH (KPAI) menyatakan bahwa meski UU SPPA tergolong baru dengan hukum acara serta institusi baru yang dibentuk khusus untuk anak yang belum ada sebelumnya, potensi untuk mengimplementasikan diversi dalam UU SPPA ini sangat besar dengan memperkuat sistem dan membuat jejaring yang baik di antara lembaga penegak hukum dan lembaga terkait.
“Peran akademisi, khususnya dari FH Universitas Brawiaya sangat dibutuhkan dalam menutup kelemahan yang ada dengan melakukan rumusan pengaturan yang baik dan membantu terbentuknya jejaring yang baik diantara lembaga yang konsen pada isu sistem peradilan pidana anak” pungkasnya. [mufatikhatul/irene]